Lintassuara.id– Tindakan Kepala Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, yang membongkar Masjid Jami Nuruttijaroh tanpa bermusyawarah dengan warga, memicu gelombang kecaman. Ia menghancurkan masjid yang dibangun dari swadaya pedagang di kawasan eks Terminal Sentiong itu pada Sabtu pagi, 5 Juli 2025, tanpa memberikan pemberitahuan, tanpa berdialog, dan tanpa mempertanggungjawabkan keputusannya secara jelas. (10/7/2025)
Aktivis mahasiswa, Aziz Patiwara, menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pengabaian total terhadap prinsip partisipasi warga dalam pemerintahan desa. Ia mengecam sikap arogan Kepala Desa Tobat yang mengambil keputusan sepihak terhadap rumah ibadah yang telah mengantongi izin resmi dari Kementerian Agama Kabupaten Tangerang.
“Ini bukan sekadar pembongkaran bangunan. Tapi telah menghilangkan ruang ibadah, ruang sosial, dan ruang partisipasi warga. Mereka memperlakukan warga sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan,” tegas Aziz kepada Lintas Suara.
selain itu ia juga mengkritik Bupati Tangerang karena hanya hadir untuk menyaksikan permintaan maaf dan janji pembangunan masjid baru seluas 2.000 meter persegi. Menurutnya, kehadiran bupati dalam konteks tersebut justru menunjukkan sikap membiarkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan di tingkat desa.
“Bupati seharusnya memeriksa dan mengevaluasi kinerja kepala desa, bukan sekadar hadir dalam prosesi permintaan maaf. Apakah fungsi pengawasan daerah hanya berhenti di panggung simbolik?” tanyanya.
Aziz menegaskan bahwa pembangunan masjid baru tidak dapat dijadikan alasan untuk membenarkan pembongkaran yang dilakukan tanpa dialog dan tanpa legitimasi dari warga. Ia menolak logika “ganti bangunan, masalah selesai” yang ia sebut sebagai cara berpikir proyek, bukan cara berpikir demokratis.
“Jika pola ini terus dibiarkan, hari ini masjid bisa digusur, besok sekolah, dan lusa rumah warga, hanya karena alasan ‘nanti akan dibangun lagi’,” ujar Aziz.
Aziz mendorong DPRD Kabupaten Tangerang dan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas peristiwa ini, termasuk kemungkinan terjadinya pelanggaran hukum dan penyalahgunaan wewenang. Ia menegaskan bahwa Kepala Desa Tobat harus bertanggung jawab secara hukum maupun politik.
“Warga butuh keadilan, bukan sekadar janji. Hukum harus berlaku untuk semua. Jika kepala desa dibiarkan kebal hukum, jangan salahkan jika krisis kepercayaan terhadap pemerintah semakin dalam,” pungkasnya.
(Al)