Lintassuara.id– Gagasan pembentukan Koperasi Merah Putih di seluruh desa dan kelurahan di Banten oleh Kementerian Koperasi dan UKM RI bersama Pemerintah Provinsi Banten menuai sorotan tajam. Meski niat dan administrasinya tampak terstruktur, pelaksanaannya di lapangan justru menunjukkan kemandekan. (25/7/2025)
Dari 1.551 koperasi yang telah mengantongi legalitas di Banten, lebih dari 99,7 persen tidak menjalankan fungsi operasional. Artinya, hanya sebagian kecil koperasi yang benar-benar bergerak sebagai entitas ekonomi produktif di tengah masyarakat.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah negara hanya mengejar angka formalitas tanpa melihat dampak nyata di akar rumput?
Ketua Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi HMI Badko Jabodetabeka-Banten, Muhamad Agus, menyebut situasi ini sebagai kegagalan pendekatan teknokratik dalam membangun ekonomi rakyat.
“Apakah cukup membanggakan bahwa 1.551 koperasi telah dibentuk, sementara nyaris semuanya hanya beroperasi di atas SK, bukan di pasar rakyat? Ini bukan pembangunan ekonomi, ini sekadar formalitas,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa koperasi seharusnya hadir sebagai alat perjuangan ekonomi rakyat, bukan sekadar simbol administratif.
Tiga Masalah Utama Program Koperasi Merah Putih
HMI Badko Jabodetabeka-Banten menyoroti tiga kelemahan mendasar dalam pelaksanaan program Koperasi Merah Putih di Banten:
-
Pendekatan Top-Down
Pemerintah membentuk koperasi secara seragam tanpa mempertimbangkan kesiapan SDM dan ekosistem lokal. Banyak koperasi muncul sekadar untuk memenuhi target, bukan berdasarkan studi potensi wilayah. -
Minimnya Pendampingan Pasca-Pembentukan
Setelah memperoleh legalitas, koperasi tidak mendapat arahan usaha, pelatihan, atau skema bisnis yang jelas. Akibatnya, banyak koperasi mati suri sejak awal berdiri. -
Tidak Sesuai Konteks Lokal
Pemerintah mengabaikan karakteristik ekonomi masing-masing desa. Pendekatan yang seragam membuat koperasi tidak relevan dan akhirnya tidak diminati masyarakat.
Sebagai bentuk kontribusi solutif, HMI mengajukan enam rekomendasi untuk membenahi program ini:
-
Evaluasi Menyeluruh
Audit harus mencakup aspek administratif, kesiapan bisnis, dan kapabilitas SDM. -
Pembentukan Satgas Khusus
Libatkan akademisi, organisasi kepemudaan, aktivis koperasi, dan pelaku UMKM lokal. -
Dorong Koperasi Berbasis Potensi Lokal
Misalnya koperasi petani di Pandeglang, koperasi nelayan di Serang, dan koperasi UMKM di Tangerang. -
Berikan Insentif untuk Koperasi Aktif
Insentif berupa pelatihan, promosi digital, hingga pembiayaan mikro diberikan hanya kepada koperasi yang berjalan aktif dan berdampak. -
Bangun Ekosistem Koperasi Digital
Integrasi dengan platform e-commerce dan sistem akuntansi digital menjadi keharusan agar koperasi tidak tertinggal zaman. -
Tingkatkan Literasi Koperasi di Kalangan Muda
Koperasi harus menjadi ruang kaderisasi kewirausahaan yang berkelanjutan.
Muhamad Agus menutup pernyataannya dengan seruan kepada pemerintah agar kembali ke nilai ideologis koperasi.
“Koperasi harus tumbuh dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk kesejahteraan rakyat. Bukan menjadi proyek politik atau statistik belaka,” tegasnya.